- LatarBelakang
Islam sangat
mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas,
individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan
kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi
pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi
tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi
dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan
dalam tujuan institusi pendidikan.
Penekanan
kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan,
spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang
terjadi. Saat ini, banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri
bisnis, yang memiliki visi dan misi yang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk
melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan
materi dan profesi sosialyang akan memakmuran diri,halinimerupakanpengaruh.
Menanggapi itu kami
akan mengulas apa dan bagaimana perbandingan antara filsafat pendidikan islam dan
filsfat pendidikan barat agar dapat secara gamblang kita pelajari dan selanjtnya
kita hindari. Pembhasan ini akan kami sampaikan dengan berbagai perbandingan pendidikan
secara filofis dan dengan rumusan masalah sebagai berikut.
- RumusanMasalah.
- Apakah pengertian pendidikan menurut islam dan barat itu?
- Apakah tujuan pendidikan menurut islam dan barat itu?
- Siapakah pedidik dan peserta didik menurut islam dan barat itu?
- Pengertian Pendidikan.
- Pendidikan islam.
DR. Yusuf Qaradhawi memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai pendidikan manusia seutuhnya (whole human education); akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Sedangkan Prof. DR. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia
untuk beramal
di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. [1]
"Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah
mendapat petunjuk. Dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di
sisi Rabbmu dan lebib baik kesudahannya". (QS. 99:76)
Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad mengandung implikasi
kependidikan yang bertujuan untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin. Di
dalamnya terkandung suatu potensi yang mengacu kepada dua fenomena perkembangan
, yaitu:
(1)Potensi psikologis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi sosok pribadi yang berkualitas bijak dan menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya.
(2)Potensi perkembangan kehidupan manusia sebagai ‘khalifah’ di muka bumi yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap lingkungan sekitarnya, baik yang alamiah maupun yang ijtima'iyah dimana Tuhan menjadi potensi sentral perkembangannya.[2]
(1)Potensi psikologis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi sosok pribadi yang berkualitas bijak dan menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya.
(2)Potensi perkembangan kehidupan manusia sebagai ‘khalifah’ di muka bumi yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap lingkungan sekitarnya, baik yang alamiah maupun yang ijtima'iyah dimana Tuhan menjadi potensi sentral perkembangannya.[2]
- Pendidikan Barat.
Ilmu yang
dikembangkan dalam pendidikan Barat dibentuk dari acuan pemikiran falsafah
mereka yang dituangkan dalam pemikiran yang bercirikan materialisme,
idealisme, sekularisme, dan rasionalisme. Pemikiran ini mempengaruhi konsep,
penafsiran, dan makna ilmu itu sendiri. René Descartes misalnya, tokoh filsafat
Barat asal Perancis ini menjadikan
rasio sebagai
kriteria satu-satunya dalam mengukur kebenaran.
Selain itu para
filosof lainnya seperti John Locke, Immanuel Kant, Martin Heidegger, Emillio
Betti, Hans-Georg Gadammer, dan lainnya juga menekankan rasio dan panca
indera sebagai sumber ilmu mereka, sehingga melahirkan berbagai macam faham dan
pemikiran seperti empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme,
relatifisme, atheisme, dan lainnya, yang ikut mempengaruhi berbagai
disiplin keilmuan, seperti dalam filsafat, sains,
sosiologi,
psikologi, politik, ekonomi, dan lainnya
Menurut Syed Naquib al-Attas, ilmu dalam peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah . Sehingga dari cara pandang yang
Menurut Syed Naquib al-Attas, ilmu dalam peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah . Sehingga dari cara pandang yang
- Tujuan Pendidikan.
Pendidikan dalam arti islam
adalah sesuatu yang khusus hanya untuk manusia, demikian menurut Syed Muhammad
al-Naquib al-Atas. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pendidikan islam secara
filosofis seyogyanya memiliki konsepsi yang jelas dan tegas mengenai manusia. Jika pendidikan dalam islam hanya untuk manusia,
manusia yang bagaimana yang dikehendaki dalam islam? Muhammad Natsir menyimpulkan
bahwa pendidikan islam bermaksud merealisasikan tujuan hidup muslim itu sendiri
yaitu penghambaan sepenuhnya kepada Allah.[4]
Tujuan pendidikan
idealisme adalah ketetapan mutlak.Untuk itu kurikulum pendidikan seyogyanya
bersifst tetap dan tidak menerima perkembangan. Bertitik tolak atas dasar
tersebut, maka tatkala para ilmuan telah mencapi ke tingkat ilmu yang tinggi
maka ia berusaha pula untuk mentransfernya dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Daam konteks ini agama, akhlaq dan ilmu humaniora dipandang sebagai
core kurikulum.[5]
Menurut John Dewey
tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu means (tujuanantara)
dan end (tujuanakhir). Dari dua kategori ini tujuan pendidikan harus
memliki tiga kriteria: (1) tujuan harus dapat menciptakan
perkembangan yang lebih baik daripada kondisi yang sudah ada, (2) Tujuan harus
fleksibel, (3) Tujuan itu harus mewakili kebebasan aktivitas. Pada akhirnya,
setiap tujuan harus mengandung nilai yang dirumuskan melalui observasi, pilihan
dan perencanaan yang dilksanakan dariwaktu ke waktu.[6]
Menelaah tujuan akhir pendidikan islam adalah
penyerahan diri dan penghambaan secara total kepada Allah menunjukkan bahwa
aktivitas manusia adalah dibatasi atas hak-hak allah yang melekat pada seorang
hamba. Allah berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku” (Q.S. Adz-Dzariyat: 56)
Maka dari penghambaan inilah Allah mewajibkan
bagi umat islam unuk mencari ilmu agar dapat melaksa kantugas-tugas
secara terarah, sebagaimana hadits Rasulullah saw;
طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة
Mencari
ilmu adalah wajib bagi orang muslim dan muslimah
C.Peran
Pendidik
Pendidikadalah
orang dewasa yang bertanggungjawab member bimbingan atau bantuan kepada anak didik
dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, khalifah di
permukaan bumi, sebagai makhluk social dansebagai individu yang sanggup berdiri
sendiri.[7]
Allah telah
menyerukan ayatnya mengenai perintah mengajarkan ilmu yang terkandung dalam
kitab Allah dan larangan menyembunyikannya, dan secara nalar berlaku pula untuk
segala ilmu yang telah kita miliki:[8]
“Dan (ingatlah)ketika Allah mengambil janji dari orang
yang telah diberi kitab(yaiti),” hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu
kepada manusia dan janganlah kamu menyembunyikan” lalu mereka dan melemparkan
janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang
sedikit.
Amatlah
buruknya tukaran yang mereka terima itu.
Pengembangan Ilmu Pengetahuan bagi
seseorang sangat dianjurkan. Ilmu yang telah dikuasai harus diberikan dan dikembangkan
kepada orang lain. Nabi Muhammad saw sangat membenci orang yangmemiliki ilmu pengethauan,tetapitidak
maumemberi
dan mengembangkan kepada
orang lain. (HR. Ibnu Al-Jauzi).[9]
كاتم العلم يلعنه كل شيء حتى الحوت في
البحر والطير في السماء
Pendidik
islam ialah individu yang melaksanakan tindakan mendidik secara islami dalam
satu situasi pendidikan islam untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Imam
Al-Ghozali seorang ahli pendidik islam memandang bahwa pendidik mempunyai
kedudukan yang sangat penting dan mulia. Beliau berkata:[10]
“Seorang alim yang mau mengamalkan apa
yang telah diketahuinya, dinamakan seorang besar di semua kerajaan langit. Dia seperti matahari yang menerangi alam-alam
yang lain, dia mempunyai cahaya dalam dirinya dan dia seperti minyak wangi yang
mewangikan orang lain, karena ia memang wangi. Barang siapa yang memiliki pekerjaan
mengajar, ia telah memilih pekerjaan yang besar dan penting. Makadari itu,
hendaknya iamengajar tingkahlaku nya dan kewajiban-kewajibannya.”
Dengan berbagai penghargaan untuk
pendidik maka demi terlaksanaya pendidikan secara optimal, paling tidak ada
tiga kompotensi yang harus dimilikinya, yaitu sebagai berikut.[11]
- Kompetensi personal-religius, yaitu memilki kepribadian berdasarkan islam. Di dalam dirinya melekat nilai-nilai yang dapat ditransinternalisasikan kepada peserta didik, seperti jujur, adil, suka musyawaroh, disiplin dan lain-lain.
- Kompetensi social religius, yaitu memiliki kepedulian terhadap masalah-masalah social yang selaras dengan islam. Sikap gotong-royong, suka menolong, egalitarian, toleransi, dan sebagainya merupakan sikap yang harus dimiliki pendidik yang dapat diwujudkan dalam proses pendidikan.
- Kompetensi profeional-religius, yaitu memiliki kemampuan menjalankan tugasnya secara professional, yang didasarkan atas ajaran islam.
Peranan pendidik menurut aliran
idealisme adalah memenuhi akal peserta didik dengan hakikat-hakikat dan
pengetahuan yang tepat. Dalam hal ini guru haus menyiapkan situasi dan kondisi
yang kondusif untuk mendidik peserta didik serta lingkungan yang ideal bagi
meeka kemudian membimbing mereka dengan penuh kasih saying dengan ide-ide yang
dipelajarinya hingga sampai ke tingkat yang setinggi-tinggnya(derajat
kesempurnaan).[12]
Syarat
seorang guru dalam filsafat realisme adalah Profesional dalam bidangnya
karena
tugasnya hanya sekedar mentransfer ilmu, sementara dalam pendidikan islam
seorang guru disamping professional jug dapat menjadikan dirinya sebagai
uswatun hasanah bagi peserta didiknya. Hal ini disebabkan karena tugas
pendidikan dalam islam bukan hanya mentransfer ilmu tapi juaga internalisasi
nilai-nilai
ilahiah.[13]
- Kesimpulan.Dari berbagai penjelasan di atas kami dapat menyimpulkan beberapa analisis kritis dalam bentuk tbel berikut.
Aspek
|
Islam
|
Barat
|
Definisi
|
Dibangun atas wahyu
|
Dibangun atas budaya
|
Tujuan
|
Penghambaan, kebahagiaan dunia dan akhirat
|
Kebebasan, terpenuhinya kesejahteraan dunia semata
|
Peran pendidik
|
Transfer of knowledge
|
Selain mentransfer ilmu juga internalisasi nilai-nilai Ilahiah
|
- Kritik dan saran.Dengan ulasan secara singkat penulis sangat yakin akan terbukanya berbagai keganjalan karena banyaknya aspek dalam pendidikan yang belum teranalisis secara tuntas. Dalam perencanaan pembuatan makalah ini yang awalnya berharap dapat menyampaikan berbagai perbandingan meliputi seluruh komponen-komponen pendidikan belum dapat terealisasikan sebab kendala waktu dan fasilitas, akan tetapi harapan ini semoga dapat terealisasi di lain kesempatan. Kurang lebihnya mohon maaf sebesar-besarnya.Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
[1]http://denchiel78.blogspot.com
[2]Ibid.
[3]Ibid.
[4]M. Natsir, Capita Selekta,(Jakarta:
BulanBintang, 1973), hlm.82
[5]Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam-mulia, 2010), hlm. 17
[6] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011), hlm.109-110
[7]HamdaniihsandanFuadIhsan,FilsafatPendidikan
Islam,(Bandung: Pustaka Setia,2007), hlm.93
[8]Ibid, hlm.97
[9]http://denchiel78.blogspot.com
[10]Opcit, hlm.96
[11]Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 117
[12]Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam-mulia, 2010), hlm. 17
[13]Ibid, hlm.21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar