- QO’IDAH PERTAMA[1]
Apabila ada واو atau ياء berharokat jatuh setelah harokat fathah yang sambung dalam satu kalimat maka ياء atau واوdi ganti dengan
الف
.
Contoh:
صَانَ asalnya صَوَنَ ikut wazan
فَعَلَ
بَاعَ asalnya
بَيَعَ ikut wazan فَعَلَطَارَ asalnya طَيَرَ ikut wazan فَعَلَ
Syarat-syarat Wawu dan Ya’ di ganti Alif:[2]
- Wawu dan Ya’ harus berharokat.Jika ke dua lafadh tersebut tidak berharokat (bersukun) maka tidak boleh diganti alif. Seperti: قَوْلٌ dan بَيْعٌ.
- Berharokat asal.Jika wawu dan ya’ tidak berharokat asal maka tidak boleh diganti alif. Contoh:
- جَيَلَ dan تَوَمَ asalnya جَيْأَلَ dan تَوْأَمَ , harokat hamzah yang berupa fathah dipindah pada wawu dan ya’, kemudian hamzah dibuang untuk meringankan bacaan.
- وَلَاتَنْسَوُالْفَضْلَ , Wawu dhomir jama’ asalnya tidak berharokat, kemudian diharokati dhommah untuk menghindari bertemunya dua huruf mati.
- Terletak setelah harokat fathah.Jika tidak jatuh setelah harokat fathah maka tidak boleh diganti Alif. Seprti lafadh حِيَلٌ dan عِوَضٌ.
- Harokat fathahnya bertemu langsung dalam satu kalimat.Jika fathahnya tidak bertemu langsung dengan wawu dan ya’ , tetapi ada yang memisah atau pada kalimat lain maka tidak boleh diganti Alif.Seperti: اِنَّ أَحْمَدَ وَجَدَ يَزِيْدٌ
- QO’IDAH KE DUA[3]
Apabila ada واو atau ياء berharokat yang jatuh pada عين فعل
(Bina’ Ajwaf) dan huruf sebelumnya merupakan huruf shohih yang mati maka
harokat واو atau ياء dipindah pada huruf sebelumnya.
Contoh:
يَصُوْنُ asalnya يَصْوُنُ ikut wazan يَفْعُلُ
يَقُوْمُ asalnya يَقْوُمُ ikut wazan يَفْعُلُ
يَضِيْقُ asalnya يَضْيِقُ ikut wazan يَفْعِلُ
Syarat-syarat pemindahan:
- Jika berupa kalimat fi’il maka syaratnya ada tiga:[4]
- Bukan merupakan fi’il Ta’ajub, Yaitu yang menunjukkan ma’na kagum. Fi’il ini memiliki dua wazan, yaitu مَا اَفْعَلَ dan اَفْعِلْ بِهِ .Contoh:
- مَااَقْوَمَ الشَئَ = sungguh mengagumkan, kemampuannya memberdirikan perkara .
- اَقْوِمْ بِهِ = saya kagum atas berdinya sesuatu.
Fiil ta’ajub tidak dipindah harokatnya
huruf lain pada huruf shohih sebelumnya
karena disamakan dengan Af’alu tafdlil; اَبْيَضٌ (lebih putih). Af’alu tafdlil ini tidak dipindah harokatnya karena takut ada
keserupaan dengan kalimat lain. Misalnya: اَبْيَضٌ kemudian diganti alif menjadi اَبَاضٌ kemudian hamzah
dibuang. Karena sudah tidak dibutuhkan menjadi بَاضٌّ . yang demikian menyerupai isim fail dari masdar بِضَاضَةٌ
.
- Lafadznya tidak seperti إِبْيَضَّLafadz إِبْيَضَّ jika di I’lal maka prosesnya akan menjadi بَاضٌّ . sehingga akan menyerupai isim fail dari masdar بِضَاضَةٌ .
- Lafadznya bukan seperti lafadz اَهْوَى.Suatu lafadz jika harokatnya dipindah maka akan menyebabkan terjadinya dua I’lal dalam satu kalimat dan tidak ada pemisah).Misalnya; اَهْوَى asalnya اَهْوَيَ ya’ diganti alif menjadi اَهْوَى, lalu harokatnya wawu dipindah pada huruf sebelumnya هاوَى kemudian wawu diganti alif menjadi أَهَاى.
- QO’IDAH KE TIGA[5]
Apabila ada واو atau ياء jatuh setelah الف زائدة (alif tambahan) maka واو atau ياء diganti dengan همزة,
dengan syarat apabila واو atau ياء tersebut merupakan عين فعل
(Bina’ Ajwaf)nya isim fa’il atau berada
pada akhir kalimat isim masdar.
Contoh:
صَائِنٌ asalnya
صَاوِنٌ ikut wazan فَاعِلٌ
تَائِبٌ asalnya
تَاوِبٌ ikut wazan فَاعِلٌ
ضَائِقٌ asalnya ضَايِقٌ ikut wazan فَاعَلٌ
كِسَاءٌ asalnya كِسَاوٌ ikut wazan
فِعَالٌ
بِنَاءٌ asalnya بِنَايٌ ikut wazan فِعَالٌ
زِنَاءٌ asalnya زِنَايٌ ikut wazan
فِعَالٌ- QO’IDAH KE EMPAT[6]
Apabila ada واو danياء berkumpul dalam satu kalimat dan salah satunya
berharokat sukun maka واو digantiياء . Kemudian ياء pertama diidghomkan pada ياء kedua.
Contoh:
مَرْمِيٌّ asalnya مَرْمُوْيٌ ikut wazan مَفْعُوْلٌ
مَرْضِيٌّ asalnya مَرْضُوْيٌ ikut wazan مَفْعُوْلٌ
مَسْرِىٌّ asalnya مَسْرُوْىٌ ikut wazan مَفْعُوْلٌ
Syarat-syarat pergantian:[7]
- Ittisshol ( bertemu langsung)Jika tidak bertemu langsung , akan tetapi ada huruf yang memisah antara wawu dan ya’ maka wawu tidak boleh diganti ya’.Contoh: زَيْتُوْنٌ
- Di dalam satu kalimatJika berkumpul wawu dan ya’ tetapi tidak dalam satu kalimat, maka wawu tidak diganti ya’Contoh: يَدْعُوْ يَاسِرُ , يَرْمِىْ وَاعِدٌ
- Huruf yang dahulu matiJika huruf yang mendahului berharokat, maka wawu tidak diganti ya’.Contoh: غَيُوْرٌ , طَوِيْلٌ
- Sepi dari hal-hal yang baru datang (sesuatu yang tidak asal)Dalam hal ini mencakup dua hal, yaitu:
- Sukunnya huruf yang mendahului merupakan sukun asli,Jika bukan merupakan sukun asli, maka wawu tidak diganti ya’.Contoh: قَوْىَYang merupakan hasil membaca tahfif (meringankan) pada lafadz قَوِيَ
- Huruf yang mendahului berupa huruf asli (bukan pergantian)Jika huruf yang mendahului berupa huruf pergantian, maka wawu tidak diganti ya’.Contoh: رُوْيَةٌYang merupakan hasil membaca tahfif pada lafadz رُؤْيَةٌ
ALASAN PERGANTIAN[8]
Wawu diganti ya’, dengan tujuan supaya bisa
diidghomkan, sehingga pengucapannya menjadi ringan. Sedang dalam mengganti
huruf tidak dibalik dengan mengganti ya’ menjadi wawu, hal ini karena ada dua
sebab:
- Karena ya’ itu hukumnya lebih ringan dibanding wawu, sedangkan menetapkan perkara yang ringan itu lebih utama.
- Karena jika ya’nya diganti wawu akan menimbulkan keserupaan antara lafadz yang huruf asalnya ya’ dengan lafadz yang huruf asalnya wawu. Seperti lafadz: مَغْزُوٌّdan مَرْمِىٌّ(karena مَغْزُوٌّ akan di ucapkan مَغْزِىٌّ )
- QO’IDAH KE LIMA[9]
Apabila ada واو atau ياء terletak di akhir kalimat dan berharokat dlommah
maka واو atau ياء tersebut disukun.
Contoh:
يَغْزُوْ asalnya يَغْزُوُ ikut wazan يَفْعُلُ
يَرْمِىْ asalnya يَرْمِىُ ikut
wazan يَفْعُلُ
يَرْجُوْ asalnya يَرْجُوُ ikut wazan يَفْعُلُ
- QO’IDAH KE ENAM[10]
Apabila ada واو terletak pada urutan ke empat atau lebih yang
di akhir kalimat dan huruf sebelumnya bukan berharokat dhommah maka di ganti
dengan ياء .
Contoh:
يَقْوَى asalnya
يَقْوَوُ ikut wazan يَفْعَلُ
يَرْضَىasalnyaيَرْضَوُ ikut wazan
يَفعَلُ
مُعْتَدًى asalnya مُعْتَدَوٌ ikut wazan مُفْتَعَلٌ
- QO’IDAH KE TUJUH[11]
Apabila ada
واوterletak di antara harokat fathah dan kasroh yang
nyata dan sebelumnya berupa huruf mudhori’ah maka واو harus dibuang.
Contoh:
يَعِدُ asalnya يَوْعِدُ ikut wazan
يَفْعِلُ
يَقِفُ asalnya يَوْقِفُ ikut wazan يَفْعِلُ يَصِلُ asalnya يَوْصِلُ ikut wazan يَفْعِلُ
- Fi’il mudhore’ yang ain fi’ilnya dikasroh.
- Fi’il madhi dan mudhore’nya di fathah ain fi’ilnya.Contoh:1. رِثْ يَرِثُ - , يَعِدُ - عِدْ 2. يَضَعُ - ضَعْ , يَهَبُ - هَبْ
- QO’IDAH DELAPAN[13]Apabila ada واو jatuh setelah harakah Kasrah dalam Kalimah Isim atau Kalimah Fi’il, maka واو tersebut harus diganti ياء.
Contoh:
رَضِيَ asalnya رَضِوَ ikut wazan فَعِلَ
غَازٍ asalnya غَازِوٌ ikut wazan فَاعِلٌ- QO’IDAH KE SEMBILAN[14]Apabila ada واو atauياء sukun, bertemu dengan huruf sukun lainnya, maka واو atau ياء tersebut dibuang, (ini setelah memindahkan harakah keduanya, kepada huruf sebelumnya, lihat kaidah I’lal ke 2).Contoh:صُنْ asalnya اُصْوُنْ ikut wazan اُفْعُلْسِرْ asalnya اِسْيِرْ ikut wazan اِفْعِلْخَفْ asalnya اِخْوَفْ ikut wazan اِفْعَلْAdapun Bina’ ajwaf juga dibuang huruf ilatnya ketika berupa fiil yang bertemu dengan dlomir rofa’ mutaharrik dan fiil mudlori’ yang bertemu dengan nun jama’ inas. Contoh : قُلْتُ قُلْتُمْ قُلْنا تَقُلْنَ يَقُلْنَDengan ketentuan fiil madli yang bertemu dengan dlomir rofa’ mutaharrik tersebut apabila mengikuti wazan فَعَلَ يَفْعُلُ binaknya ajwaf wawi maka didlommah awalnya. Contoh : قُلْتُ . Sedangkan apabila fiil madli mengikuti wazan فَعَلَ يَفْعُلُ binaknya ajwaf ya’i dan fiil madly mengikuti wazan فَعِلَ يَفْعَلُ maka dikasroh awalnya.[15]
- QO’IDAH KE SEPULUH[16]Apabila ada dua huruf sejenis atau hampir sama makhrajnya berkumpul dalam satu kalimah, maka huruf yang pertama harus di-idghamkan pada huruf yang kedua. Hal ini setelah menjadikan huruf yang hampir sama makhrajnya serupa dengan huruf yg kedua (lihat kaidah i’lal ke 18 insyaallah)–, karena beratnya pengulangan.Contoh:مَدَّ asalnya مَدَدَ ikut wazan فَعَلَيَعِزُّ asalnya يَعْزِزُ ikut wazan يَفْعِلُاِتَّصَلَ asalnya اِوْتَصَلَ ikut wazan اِفْتَعَلَHukum idghom ada 3:[17]
- Wajib idghom.
- Tanpa syarat: apabila ada 2 huruf sejenis, huruf yang pertama disukun sedang huruf yang kedua berharokat maka harus diidghomkan. Contoh: مَدًّا asalnya مَدْدًا.
- Dengan syarat: apabila ada huruf sejenis baik berharokat sama ataupu berbeda, maka cara idghomnya yang pertama disukun kemudian diidghomkan. Contoh: مَدًّ asalnya مَدَدَعَضَّ asalnya عَضِضَ
- Dengan memindah harokat: apabila ada 2 huruf sejenis baik berharokat sama maupun berbeda sedangkan huruf sebelumnya berupa huruf shohih yang disukun, maka harus ditukar atau dipindah harokatnya. Contoh: يَمُدَّ asalnya يَمْدُدُيَفِرُّ asalnya يَفْرِرُ
- Mumtani’ul Idghom, yaitu apabila ada 2 huruf yang sejenis, huruf yang pertama berharokat sedangkan huruf yang kedua disukun. Contoh:
- Pada fiil madli yang bertemu dlomir rofa’ mutaharrik.Seperti: مَدَدْناَ
- Fiil mudlori’ bertemu nun jama’ inast (Red.).seperti: تَمْدُدْنَ , يَمْدُدْنَ
- fiil amar bertemu nun jama’ inast (Red.).Seperti: أمْدُدْنَ,لِيَمْدُدْنَ
- Jaizul Idghom, boleh diidghomkan atau tidak diidghomkan bertempat pada fiil mudlori’ atau fiil amar dengan syarat:
- Dijazemkan.
- Menunjukkan dlomirnya هُوَ, هِىَ, أنْتَ , أَناَ danنَحْنُ
- (1)Apabila ain fiil mudlori’nya didlommah, maka harokat lam fiilnya boleh didlommah, difathah, atau dikasroh. (2)Sedangkan jika ain fiilnya difathah atau dikasroh maka harokat lam fiilnya boleh difathah atau dikasroh.Contoh;(1) لَمْ يَمُدَّ/ لَمْ يَمُدُّ/ لَمْ يَمُدِّ asalnya لَمْ يَمْدُدْ.(2)لَمْ يَفِرَّ /لَمْ يَفِرِّ asalnya لَمْ يَفْرِرْ
SKEMA I'LAL
Qo’idah
|
Illat
|
Sebab
|
I’lal
|
Contoh
|
||
1.
|
و/ي
|
Ba’da fathah
|
Diganti
alif
|
صَانَ
|
||
2.
|
Ba’da
huruf sohih mati
|
Pindah
harokat
|
يَقُوْمُ
|
|||
3.
|
Ba’da alif
za’idah
|
اسم فاعل
|
Diganti ء
|
صَائِنٌ
|
||
اسم مصدر
|
كِسَاءً
|
|||||
4.
|
و & ي
|
Berkumpul, yg 1di sukun
|
و diganti ي , diidghomkan
|
مَرْمِيٌّ
|
||
5.
|
و/ي
|
Di
akhir & didhommah
|
disukun
|
يَغْزُوْ
|
||
6.
|
و
|
Urutan ke
4/lebih, di akhir sebelumnya bukan dhommah.
|
و diganti ي
|
يَقْوَى
|
||
7.
|
Antaraـَــِ ba’da huruf mudhoro’ah.
|
Dibuang
|
يَعِدُ
|
|||
8.
|
Ba’da
kasroh
|
اسم
|
و diganti ي
|
رَضِيَ
|
||
فعل
|
غَازٍ
|
|||||
9.
|
و/ي
|
Bertemu huruf mati
|
Dibuang
|
صُنْ
|
||
10.
|
2حروف
|
Sejenis/berdekatan
makhroj.
|
diidghomkan
|
مَدَّ
|
[1] Mundzir Nadzir, Qowa’idul
I’lal, (Surabaya: Maktabah Muhammad bin Ahmad Nabhan wa Auladahu). Hal. 7
[2] M. Sholehuddin Shofwan,
Mabadi’ Ash-Shorfiyyah, (Jombang: Darul Hikmah). Hal. 38
[3] Opcit. Hal. 8
[4] M. Sholehuddin Shofwan,
Mabadi’ Ash-Shorfiyyah, (Jombang: Darul Hikmah). Hal. 42
[5] Mundzir Nadzir, Qowa’idul
I’lal, (Surabaya: Maktabah Muhammad bin Ahmad Nabhan wa Auladahu). Hal. 9
[6] Ibid. Hal. 10
[7] M. Sholehuddin Shofwan,
Mabadi’ Ash-Shorfiyyah, (Jombang: Darul Hikmah). Hal. 99-100
[8] Ibid. Hal 100
[9] Mundzir Nadzir, Qowa’idul I’lal, (Surabaya: Maktabah Muhammad
bin Ahmad Nabhan wa Auladahu). Hal.
11
[10] Ibid. Hal 11
[11] Ibid. Hal. 13
[12] Syeh Musthofa Al
Gholayaini, jami’uddurus al Arabiyyah, (Bairut:Darul Bayan, 2008). hal
178
[13] Opcit. Hal 14
[14] Ibid. Hal. 14
[15] Syeh Musthofa Al
Gholayaini, jami’uddurus al Arabiyyah, (Bairut: Darul Bayan, 2008). hal
178-179
[16] Opcit. Hal. 15
[17] Muhtarom Busyro, Shorof
praktis “metode krapyak”, (Jokjakarta: Putra menara, 2007). Hal 201-204
Tidak ada komentar:
Posting Komentar