Categories

Jumat, 04 April 2014

Visi Pendidikan Abad 21


  1. Visi Pendidkan Abad 21 Menurut UNESCO.
    Dalam pelaksanaan, maka proses pendidikan Agama Islam di lingkungan keluarga maupun sekolah berlangsung antara orang-orang dewasa yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan agama dan anak-anak sebagai sasaran pendidikan. Dalam pelaksanaannya, pendidikan semestinya memiliki tujuan yang menjadi kiblat dalam proses pelaksanaan belajar mengajar yang telah di sesuaikan dengan pertimbangan sebagaimana era globalisasi sa’at ini.
    Kiranya sangat perlu bagi seorang pendidik untuk mengetahui Visi Pendidikan menurut UNESCO yang telah di setting menjadi formulasi yang relevan bagi pendidikan untuk menghadapi kuatnya persaingan peradapan  abad 21 ini. Adapun Visi Pendidikan abad 21 menurut UNESCO memiliki empat pilar[1]:

  1. Learning to Think atau Learning to Know (Belajar Bagaimana Berfikir atau Belajar Mengetahui).
  2. Learning to Do (Belajar Hidup atau Belajar Bagaimana Berbuat atau Bekerja).
  3. Learning to Be (Belajar Bagaimana Tetap Hidup atau Sebagai Dirinya).
  4. Learning to Life Together (Belajar untuk Hidup Bersama).

  1. Keterkaitan Visi Pendidikan Abad 21 Menurut UNESCO dengan Ajaran Islam.

Jika nilai-nilai universal yang mempunyai akar landasan dari ajaran agama tidak di amalkan oleh pemeluknya berarti ada sesuatu yang salah. Mungkin metode pengajarannya atau bahkan pemahamannya sehingga perlu diinterpretasikan ke dalam ajaran islam.

Berikut adalah uraian keterkaitan empat dasar visi UNESCO tersebut sebagai berikut:

  1. Learning to Think atau Learning to Know (Belajar Bagaimana Berfikir atau Belajar Mengetahui).
    Dalam kaitan ini banyak ayat al-Qur’an menekankan derajat akal, intelektualitas dan proses berfikir, bersikap dan berbuat dengan iman dan amal saleh. Antara lain al-Qur’an sering menyebut ulul albab dan ulul abshor yaitu orang-orang yang berfikir dan mempunyai ilmu pengetahuan yang tentunya tidak terlepas dari keesaan dan kebesaran Allah SWT.[2]
    Allah SWT senantiasa mengajak manusia untuk berfikir, merenungkan kehidupan dan alam semesta. Sebagaimana firman-Nya:
    ž
    Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imron: 190-191).

Dari ayat tersebut Nampak bahwa Allah SWT menganjurkan manusia untuk menggunakan akal budi dan pikirannya dengan baik dalam memahami berbagai realitas kehidupan dan alam semesta, yang nantinya akan kembali kepada suatu pertanggungjawaban manusia terhadap hidup dan kehidupannya di akhirat.[3]

  1. Learning to Do (Belajar Hidup atau Belajar Bagaimana Berbuat atau Bekerja).

Agama islam banyak menyebutkan perintah Allah kepada hambanya agar beramal lebih sholeh (perbuatan atau karya yang baik) adalah salah satu syarat agar seseorang tidak berada pada tempat yang paling rendah. Sebagaimana firman Allah:
 

Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka). Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.(QS. At-Tiin:5-6)

Yang dimaksud tempat yang paling rendah disini adalah neraka dan hanya orang-orang yang mengerjakan amal saleh yang akan terjaga dari siksa-Nya. Maka jelasnya islam menghimbau kita untuk berbuat kebajikan agar menjadi manusia yang mulia di sisi-Nya.

Jadi Learning to Do dalam konteks ini perlu dipahami dalam konteks bekerja atau beramal sekaligus menjadikan motivasi dan menjadi factor yang dinamis untuk bekerja. [4]

3. Learning to Be (Belajar Bagaimana Tetap Hidup atau Sebagai Dirinya).

Untuk dapat tetap hidup diperlukan pula “tahu diri”. Dalam bahasa agama kita hal ini memghasilkan sikap tahu diri, sikap memahami diri sendiri, sadar kemampuan diri sendiri dan nantinya akan menjadikan dirinya mandiri. dengan demikian seorang yang telah menjalankan hal ini akan terhindar dari sikap dengki, hasut, serakah, dan sikap radza’il (perilaku tercela). Dengan demikian karena tahu diri ia akan menghindarkan diri dari sikap ketergantungan kepada orang lain dan sesamanya.[5] Karena setiap kepunyaan manusia adalah ketentuan yang telah direncanakan Allah. Sebagaimana Firman-Nya:

 

Dan Jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya dia Maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.(QS. Asy-syura: 27).

Setiap keadaan hamba-hamba Allah tidaklah lepas dari kehendak-Nya yang telah disesuaikan dengan ukuran kemampuan dan keadaannya, berangkat dari sinilah manusia harus menyadari akan ketentuan apa yang telah menjadi bagian  jatah pada diri masing-masing dan solusi atas segala apa yang ia hadapi adalah terdapat pada dirinya sendiri jika ia mau melapangkan waktu untuk berfikir dan menyadari. Karena Allah pun  telah berfirman:
 

 Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (QS. Al-Baqoroh: 286)

Yang paling utama bagi ajaran islam ialah mengenai kesadaran hubungan manusia dengan tuhannya, pengabdian yang dilaksanakan manusia selaku hambanya hendaknya berlandaskan pada sikap keikhlasan, yang tumbuh dari hati nurani dan atas dasar kesadaran diridan kebutuhan manusia itu sendiri untuk selalu mengabdikan diri kepada Allah.[6]

Maka dari itu pendidikan haruslah mengajarkan kepada anak didik agar menjadi tahu diri sehingga sadar akan kekurangannya, kemudian mau belajar. Sadar atas kemampuannya akan membangkitkan kesadaran atas prestasi yang diperoleh. Ia tidak akan menjadi seorang yang memiliki sikap takabbur, ujub, riya’, merasa paling pintar, arogan, merasa sempurna dan sebagainya. Learning to Be berarti member kejelasan pemahaman adanya konteks etika dalam kehidupan bagi seseorang.[7]

4. Learning to Life Together (Belajar untuk Hidup Bersama).

Manusia secara kodrati di dalam menjalani kehidupannya memerlukan adanya pasangan dan memang diciptakan secara berpasang-pasangan, hingga terbentuknya suatu masyarakat manusia untuk berhubungan saling kenal-mengenal di antara sesamanya.[8]Allah berfirman:

Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. al-Hujarat:13).

Ini merupakan dunia kenyataan: pluralisme. Hal ini dapat terwujud jika kita bersedia menerima kenyataan akan adanya perbedaan. Pemahaman terhadap pluralism akan menyadarkan kita akan nilai-nilai universal seperti HAM, Demokrasi dan sebagainya.[9]

Islam dengan jelas telah mengajarkan realitas perbedaan agama ini dengansederhana dan tegas: “lakum diinukum waliyadiin”. Islam juga jelas menekankan perlunya saling mengenal dan saling belajar serta saling memanfaatkan atau membantu satu sama lain meskipun ada perbedaan suku, etnis, bahasa, warga Negara dan sebagainya.[10]

  1. Contoh Aplikasi Visi Pendidikan Abad 21 Menurut UNESCO dalam Dunia Pendidikan.

  1.  Learning to Think atau Learning to Know (Belajar Bagaimana Berfikir atau Belajar Mengetahui).

Mendirikan madrasah al-quran untuk menhhindari buta huruf bagi penduduk khususnya anak-anak di daerah terpencil yang jarang tersentuh oleh pendidikan. Masyarakat disana diberi pengetahuan tentang makhroj dan bacaan tajwid secara terformulasi dalam ayat-ayat al-quran. tahap selanjutnya yaitu mengetahui makna-makna yang terkandung dalam Al-qur’an yang berkisar pada surat-surat pendek dan menghayati apa yang terkandung didalamnya.

  1. Learning to Do (Belajar Hidup atau Belajar Bagaimana Berbuat atau Bekerja).

Dalam konteks ini manusia dididik tidak hanya untuk mengetahui saja akan tetapi di arahkan bagaimana pelajaran yang ia terima dapat dengan bertahap ia aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh didalam surat Al-‘Ashr: sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali bagi orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan nasehat menasehati supaya menta’ati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetap kesabaran. Maka dalam penjelasan ayat ini hendaknya anak didik di ajari apakah amal soleh itu agar dapat mereka wujudkan dalam kehidupan sehari.

  1. Learning to Be (Belajar Bagaimana Tetap Hidup atau Sebagai Dirinya).

Melalui pembelajaran qur’ani perlu pula di adakannya penjabaran kedudukan manusia yang memiliki berbagai aspek yang berbeda antar sesamanya di mana Allah telah menentukan setiap nasib yang seimbang di hadapan-Nya. Seperti halnya pemberian rizki oleh Allah kepada umat yang kaya tidak semata kekayaan tersebut adalah milik ia sendiri, akan tetapi kesadaran akan dirinya adalah perantara bagi orang-orang miskin haruslah dihidupkan agar ia terwujud menjadi orang yang dermawan.

  1. Learning to Life Together (Belajar untuk Hidup Bersama).

Mengamalkan secara rill di lingkungan masyarakat mengenai  apa yang telah dipelajari dan dilaksanakan secara ikhlas atas kesadaran tanggung jawabnya sebagai kholifah fil ardh, dapat dilatih melalui pengembangan potensi dalam berorganisasi, perlu adanya organisasi yang terprogram dalam suatu lembaga pendidikan yang oprasionalnya memiliki obyek msyarakat kecil. Agar mendapatkan hasil yang lebih nyata mengadakan kegiatan Bakti Sosial (Baksos) akan menjadi solusi yang sangat bagus agar seseorang memiliki peluang atau kesempatan mengamalkan sekaligus mengajarkan apa-apa yang telah mereka dapat selama belajar. Dalam konteks ini telah sampailah seseorang pada gerbang terakhir dimana ke-empat pilar pendidikan terumuskan dalam visi pendidikan UNESCO. Menjadi kesatuan yang utuh membentuk performa karakter yang kaffah di tengah era globalisasi.


 



[1] Raditio Sulistio, Empat Pilar Pendidikan Menurut UNESCO, http://rstdjogdja80.blogspot.com, diakses pada tanggal  13 Mei 2012.
 
[2] Arifudin Arif, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kultura GP Press Group, 2008), hlm. 127-128.
[3] Ibid, hlm. 127-128.
[4] Ibid. hlm. 129-130.
[5] Ibid, hlm.130
[6] Trio Supriyanto, Humanitas Spiritual dalam Pendidikan, (Malang: UIN Malang Press, 2009).  hlm.82
[7]Opcit, hlm.130-131
[8] Opcit. hlm.85.
[9] Arifudin Arif, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kultura GP Press Group, 2008), hlm. 131.
[10] ibid, hlm.131-132

Tidak ada komentar:

Posting Komentar